Minggu, 17 Januari 2016

BUDAYA MASYARAKAT BREBES

          
BUDAYA MASYARAKAT BREBES

Budaya, tradisi dan adat istiadat merupakan modal sosial yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Karenanya, pemerintah perlu melakukan upaya pelestarian dan pengembangan budaya, tradisi dan adat istiadat budaya yang ada di daerahnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Termasuk di Kabupaten Brebes, yang penuh dengan budaya, tradisi dan adat istiadat yang sangat beragam. Apalagi Kabupaten Brebes memiliki keberagaman suku bangsa, yang hingga kini terus hidup rukun dan damai berdampingan. 

Sebelum menelah lebih jauh kondisi sosial dan budaya, serta adat dan istiadat yang ada di Kabupaten Brebes, kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud budaya dan adat istiadat. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin, colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (wikipedia).

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut: Pertama, Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik.

Sedangkan Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara anggota masyarakatnya untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya, organisasi ekonomi, alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama) dan organisasi kekuatan (politik). (wikipedia) 

Adat istiadat sendiri merupakan bagian dari budaya secara keseluruhan. Di mana dalam budaya masyarakat, ada beberapa adat istiadat yang dikembangkan, seperti seni, tradisi dan perilaku masyarakatnya.


Budaya dan Tradisi Masyarakat Brebes 

Seperti diketahui, wilayah Kabupaten Brebes yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Barat, dipastikan terdapat beberapa asimilasi budaya dari kedua daerah tersebut. Asimiliasi itu, otomatis membentuk adat dan budaya tersendiri. Yang bisa merupakan gabungan dari dua budaya atau bahkan budaya tersendiri, yang tumbuh dan berkembang secara mandiri.

Hal-hal seperti inilah, yang harus dikembangkan, demi pembangun masyarakat. Yakni dengan mengedepankan pokok-pokok pembangunan daerah. Terutama di bidang pengembangan ekonomi masyarakat, pelestarian dan kemandirian masyarakat. Dengan dilestarikannya budaya dan adat istiadat masyarakat itu sendiri, maka secara langsung atau tidak langsung akan turut mengembangkan ekonomi masyarakatnya. 

Kedua, dengan pengembangan itu, maka budaya dan adat istiadat yang ada itu dapat dipertahankan terus menerus. Sehingga tidak akan punah dimakan zaman. Generasi muda yang tadinya tidak tahu, dengan adanya pelestarian budaya dan adat istiadat ini, mereka menjadi tahu dan kemudian meneruskannya. Ketiga, dengan pemahaman generasi-generasi yang ada, termasuk generasi muda, maka kemandirian budaya dan adat istiadat di wilayahnya tersebut dapat berkembang sendiri, mandiri dan profesional.

Secara umum, budaya masyarakat Brebes berasal dari akar kebudayaan Jawa dan Sunda. Untuk kebudayaan Sunda, tersebar di di enam kecamatan, yakni Kecamatan Salem, sebagian di Kecamatan Bantarkawung, Larangan, Banjarharjo, Ketanggungan dan Losari. Di beberapa kecamatan yang berbatasan dengan kebudayaan Sunda, terdapat banyak asimilasi budaya Sunda dan Jawa. Bahkan sebagian penduduknya juga menggunakan dua bahasa, bahasa Sunda dan Jawa.

Sementara kecamatan-kecamatan yang lain, di luar enam kecamatan tersebut, berasal dari kebudayaan Jawa. Meski kebudayaan Jawa yang ada di Kabupaten Brebes dan sekitarnya berbeda akar budaya yang ada di keraton-keraton Jawa, seperti Surakarta dan Yogyakarta. Perbedaan-perbedaan itu terjadi akibat asimilasi budaya serta faktor perkembangan zaman yang terjadi. Seperti dalam penggunaan bahasa Jawa, untuk wilayah keraton masih sangat ketat menggunakan tata krama berbahasa Jawa. Karenanya, di wilayah keraton dan sekitarnya, masih ada bahasa Jawa Keratonan, bahasa Jawa Kromo, bahasa Jawa Ngoko.

Sementara di Kabupaten Brebes, daerah Pantura, penggunaan bahasa Jawa Kromo sudah hampir tidak digunakan, khususnya di kalangan masyarakat Pantura. Namun bukan berarti tradisi itu hilang sama sekali, sebagian masih tetap dipertahankan dengan baik. Masyarakat Brebes dan sekitarnya, saat ini lebih banyak menggunakan bahasa Jawa Brebesan, bahasa Jawa dialek Brebes.

Secara umum, budaya masyarakat Kabupaten Brebes tidak banyak berbeda dengan budaya Jawa atau pun Sunda secara keseluruhan. Bahkan sebagai bagian dari Indonesia, budaya yang ada di Kabupaten Brebes semakin memperkaya khasanah budaya yang ada. Kalau bangsa Indonesia secara umum dikenal dengan budaya gotong royong, maka di Kabupaten Brebes budaya gotong royong juga menjadi budaya sehari-hari. Secara khusus, ada beberapa budaya yang terkait dengan budaya gotong royong yang ada di Kabupaten Brebes, antara lain:


1. Kerigan

Kerigan dalam bahasa Indonesia berarti kerja bakti bersama seluruh warga di suatu lingkungan, seperti RT, RW atau suatu pedukuhan, bahkan hingga satu desa. Kerigan ini dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Brebes setiap hari-hari tertentu aau setiap saat kalau dirasa perlu. Seperti kerigan untuk membersihkan saluran air dan sampah rumah tangga di lingkungan mereka masing-masing. Istilah kerigan ini saat ini sudah jarang digunakan, masyarakat dan pemerintah lebih sering menggunakan istilah kerja bakti, gerakan Jumat Bersih atau Minggu Bersih dan sebagainya.

Istilah kerigan ini mungkin perlu diingatkan kembali, agar masyarakat tidak kehilangan jati dirinya sebagai masyarakat yang berbudaya. Dengan istilah yang berasal dari bahasa lokal, bahasa Brebesan, maka semngat kegotongroyongan itu akan tetap terpelihara. Karena saat ini, ada indikasi budaya individualisme di tengah-tengah masyarakat mulai tumbuh. Hal ini yang harus diperhatikan pemerintah, maupun instansi dan lembaga terkait agar budaya ini tetap lestari dan berkembang. Antara lain dengan terus mengadakan kerigan atau gotong royong secara rutin setiap pekan sekali, baik melalui gerakan Jumat Bersih atau pun Minggu Sehat.


2. Sambatan

Sambatan, secara umum juga berarti gotong royong di antara sesama warga. Istilah sambatan ini lebih mengarah kepada istilah tolong-menolong di antara sesama warga. Ketika ada seorang warga, yang mempunyai pekerjaan atau pun hajatan, biasanya pemilik pekerjaan atau hajatan itu akan meminta sambatan kepada tetangga-tetangga terdekatnya.

Misalnya saat seorang warga akan membangun sebuah rumah. Biasanya warga akan melakukan sambatan saat membuat pondasi rumah. Sambatan ini, bisanya dilakukan secara bersama-sama atau bergantian antar beberapa warga. Sambatan dilakukan tidak sampai sehari penuh, biasanya cukup setengah hari saja, dari pagi hingga siang hari. Pemilik rumah atau yang nduwe gawe, cukup menyediakan minuman dan makanan saja, istilah Brebesnya wedang dan panganan untuk mereka yang disambat membantu pekerjaan tadi.

Sambatan juga bisa dilakukan bagi mereka yang memiliki hajatan, seperti pengantin atau pun sunatan. Pemilik hajat biasanya akan minta sambatan kepada orang-orang tertentu, misalnya untuk mengantar undangan, membuat layos atau pun membuat dekorasi. Sedangkan kaum ibu, biasanya disambat untuk mengiring pengantin, dari rumah mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki dan kembali lagi.


3. Sinoman


Sinoman atau senoman juga merupakan salah satu bentuk gotong royong yang hingga kini masih menjadi budaya masyarakat Brebes. Dalam bahasa Indonesia, sinoman atau senoman berarti membantu orang yang sedang punya hajat. Baik hajatan pengantenan atau pun sunatan.

Budaya sinoman/senoman ini umumnya dilakukan oleh warga yang masih memiliki unsur kekerabatan, namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh tetangga-tetangga dekatnya. Sinoman dilakukan biasanya saat pemilik hajatan membuat kue atau pun makanan seperti berkat, adep-adep atau yang lainnya. Mereka yang senoman itu, biasanya datang sendiri dan tidak dibayar. Sebagai upah atau penghargaan atau sinoman/senoman yang dilakukan itu, biasanya pemilik hajat akan memberikan kue atau makanan yang dibuat bersama-sama tersebut.

Budaya sinoman/senoman saat ini masih tumbuh subur di masyarakat pedesaan, khususnya dilakukan kaum ibu/perempuan, meski kaum bapak/laki-laki juga ada yang sinoman juga. Sementara di masyarakat perkotaan, budaya sinoman/senoman, sudah mulai berkurang.

Hal ini bukan karena tidak dikenal atau tidak diperkenankan lagi, tetapi karena saat ini tradisi masyarakat di perkotaan saat menggelar hajatan sudah mulai bergeser. Karena sebagian besar masyarakat perkotaan, sekarang ini memilih yang lebih praktis, yakni memesan makanan lewat orang lain, seperti katering atau pun makanan yang sudah jadi dari toko. Acaranya pun digelar di gedung pertemuan atau aula, yang mampu menampung tamu lebih banyak dalam jangka waktu bersamaan. Atau juga karena kondisi rumah pemilik hajatan terlalu sempit dan tidak ada halaman atau pekarangan untuk menerima tamu. Sehingga saat menggelar hajatan memilih untuk menyewa gedung atau aula yang lebih luas. Di sini, saudara, tetangga atau rekan sejawat akan senoman dalam bentuk yang lain. Seperti misalnya menjadi penerima tamu atau bidang yang lain.


4. Telitian

Gotong royong yang dilakukan masyarakat Brebes, tidak hanya dari segi fisik atau tenaga dan jasa atau pemikiran saja. Namun juga dalam bentuk materi atau harta. Gotong royong ini, dilakukan saat seorang warga memiliki hajatan atau sedang membangun rumah. Bantuan dalam bentuk materi atau harta ini sering disebut dengan telitian, atau ada yang menyebutnya dengan sumbangan, tetapi pada waktunya nanti harus bergantian.

Orang yang memiliki hajatan, selain membutuhkan tenaga untuk sinoman, juga membutuhkan materi, seperti beras, gula dan kebutuhan lainnya saat hajatan. Biasanya, beberapa warga, yang dalam jangka waktu ke depan, akan melakukan telitian. Tujuannya, selain membantu pemilik hajat, juga untuk kepentingan dirinya sendiri. Karena dipastikan, saat diri sendiri menggelar hajatan, juga membutuhkan materi dan harta yang banyak. Dan untuk memperingan biaya penyelenggaraan hajat itu, sebagian warga melakukan telitian terlebih dahulu dengan pemilik hajat. Biasanya, pemilik hajat itu dimintai pendapat terlebih dahulu, apakah akan telitian dengannya atau tidak.

Telitian juga dilakukan warga yang tengah membangun rumah. Tujuannya juga sama, selain membantu warga yang tengah membangun rumah dengan bantuan materi, pemberi telitian akan meminta ganti pada saat yang bersangkutan tersebut juga membangun rumah kemudian hari. Bentuk telitian tersebut biasanya berupa bahan material, misal semen sejumlah beberapa zak. Kemudian saat mengembalikan telitian, juga dalam bentuk material lagi. Meskipun pada prakteknya, telitian dilakukan secara tunai, namun besaran uang yang diterima berdasarkan harga material yang disumbangkan tersebut. Sehingga ketika beberapa tahun ke depan pemberi sumbangan akan meminta telitian, yang dihitung adalah jumlah barang materialnya tersebut. Karena biasanya, dan hampir dipastikan, harga barang material tersebut mengalami kenaikan.


5. Ajak

Kalau di masyarakat Jawa budaya gotong royong masih melekat, di masyarakat Sunda juga tidak kalah. Salah satunya adalah budaya ajak. Budaya ini dilakukan saat seorang warga tengah membuat rumah. Warga, baik tetangga maupun saudara dekat, berbondong-bondong datang untuk membantu membangun rumah tersebut. Ajak ini dilakukan secara sukarela, baik berupa tenaga kerja maupun logistik, seperti makanan dan minuman, sembako, rokok serta bahan material hingga uang.

Tradisi ajak ini, bisa diikuti ratusan orang di kampung tersebut, sehingga dalam waktu beberapa hari saja, rumah yang dibangun itu langsung jadi. Budaya ajak ini tidak hanya pada hari pertama pembangunan rumah saja, tetapi hingga rumah itu selesai dibangun. Pemilik rumah, mungkin tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kebutuhan makan dan minum warga yang ikut ajak tersebut, karena warga yang lain datang memberikan kebutuhan logistik tersebut. Bahkan ada yang memberi kambing atau ayam untuk dipotong dan dimakan bersama warga yang ikut ajak tersebut.


5. Tilik

Kebudayaan dan tradisi masyarakat Brebes yang lain, yang hingga kini masih sangat kuat adalah budaya tilik. Budaya tilik ini, hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Brebes, baik yang berasal dari wilayah Jawa maupun Sunda. Budaya ini hingga kini masih cukup kuat di tengah masyarakat. Tilik, dalam bahasa Indonesia berarti menjenguk, menengok warga kepada warga yang lain. Tujuan dari budaya tilik ini adalah menyambung tali silaturahmi, antara saudara, teman dan tetangga. Budaya tilik ini, biasanya dilakukan saat ada warga yang melahirkan, istilahnya tilik bayi. Jika ada yang sakit, maka istilahnya tilik orang sakit. Termasuk jika ada orang mau berangkat haji atau sepulang haji, juga ada istilah tilik haji.

Budaya dan tradisi tilik ini, biasanya tidak hanya silaturahmi dengan tangan kosong saja, tetapi biasanya mereka yang tilik membawa sesuatu. Jika tilik bayi, biasanya yang dibawa adalah peralatan bayi, baik peralatan mandi, cuci, pakaian hingga kebutuhan bayi yang lain. Tilik orang sakit, biasanya dilakukan bersama-sama. Jika dirawat di rumah sakit, apalagi lokasinya jauh, biasanya bersama-sama menyewa kendaraan untuk tilik orang sakit tersebut. Sebagian juga memberikan uang, untuk membantu biaya berobat atau keluarga yang sakit tersebut.

Begitu juga ketika tilik orang yang mau naik haji atau pulang haji. Ketika tilik haji, biasanya lebih bersifat spritual. Para penilik haji, biasanya minta didoakan di depan Kabah, atau namanya dipanggil, dengan tujuan supaya suatu saat nanti bisa naik haji pula. Ketika pulang haji, biasanya yang tilik haji juga minta didoakan, karena mereka yang baru pulang haji, doanya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

sumber : 
http://muamarrizapahlevi.blogspot.co.id/2015/02/budaya-tradisi-dan-adat-istiadat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar